Ada Rahasia Mistis di Pantai Greweng!

3/25/2016
Beberapa hari sebelum hari Minggu 21 Februari 2016, grup WhatsApp yang isinya teman-teman sekelas semasa kuliah ramai. Topik pembicaraan kali ini adalah liburan. Sebenarnya, tidak sekali-dua kali grup WhatsApp ramai pembicaraan soal liburan. Hanya saja, rencana sering tidak terlaksana karena berbagai alasan teman-teman. 


"Besok minggu ke pantai, yok?" lontar seorang teman.

"Renang di Wediombo asik kayaknya," jawab yang lain.

"Kalau pantai Greweng gimana, nggak jauh kok dari Wediombo," celetuk yang lainnya lagi.

Alhasil, berkumpulah 5 orang teman kuliah saya disebuah masjid. Masjid ini sekaligus sebagai tempat tinggal 2 orang teman saya karena mereka nyambi menjadi takmir masjid. Sisa anggota grup yang lain, yang hanya terlihat di chat grup WhatsApp dipastikan kecipratan foto-foto pamer kita. Oh iya, masih ada satu teman cewek yang akan ikut, jadi total kami sebanyak 6 orang liburan menuju pantai Greweng.

"Setelah ladang ada pertigaan, kalian belok kiri. Lewat sungai kecil sampai pertigaan, belok kanan. Nanti ikuti jalan setapak lewat sawah-sawah, naik bukit terus turun ikuti jalan setapak lagi. Di situ pantainya." begitu kata seorang kakek yang kami temui di sekitar parkiran motor.

Berbekal arahan itu, akhirnya kami meluncur berjalan kaki ke arah pantai Greweng. Awalnya cukup ragu karena sepi dan jarak lumayan jauh. Hanya ada beberapa orang berpapasan dengan kami. Namun saat kami berada di puncak bukit terakhir, birunya air laut sudah terlihat.

Menjadi orang gemuk dan kurang olahraga, lalu berjalan dibawah teriknya matahari membuat saya ingin cepat-cepat sampai pantai. Tubuh serasa limbung dan pandangan berkunang-kunang seperti akan pingsan. Melihat tanda-tanda pantai sudah dekat adalah kebahagiaan tersendiri untuk saya. Lelah ngos-ngosan berjalan akhirnya terobati. Selama perjalanan saya merasakan hawa aneh di beberapa jalan setapak, sementara saya anggap itu hanya kelelahan saya saja.

Tidak bisa dipungkiri, pantai Greweng memiliki keindahan yang unik. Dua bukit karang mengapit pantai yang masih bersih alami ini, sehingga seperti cekungan. Pasir putih dan karang dangkal yang ditumbuhi rumput laut berisikan ikan-ikan kecil, kepompong serta bintang laut yang menjadi pelengkap alaminya pantai ini. Ditambah, tidak ada nelayan dan sedikitnya warung yang berada di pantai membuat pantai ini layaknya pantai pribadi

Cukup lama kami menikmati indahnya pantai Greweng. Bercengkerama dan saling hujat khas obrolan teman akrab namun tetap santun dan komitmen tidak boleh marah. Puas berfoto dan bermain-main di pantai Greweng kami bersiap balik ke parkiran motor. Kami sudah bulat memutuskan destinasi selanjutnya adalah pantai Wediombo karena tertarik untuk berenang di laguna pantai tersebut.

"Eh, mampir pantai Sedahan yuk," sahut seorang teman.

"Ah, saya tunggu disini saja," jawab saya dengan nada agak malas untuk berjalan lagi.

Pantai Sedahan ini memang juga searah dengan pantai Greweng, tepatnya di timur pantai Greweng. Kali ini saya tidak sepakat dengan teman-teman saya dan memutuskan untuk menunggu walau akhirnya saya berjalan sendiri menuju parkiran motor yang masih harus naik bukit, turun lagi, lewat sawah lagi, kepanasan lagi. Sepanjang perjalanan pulang, hawa tidak enak semakin kuat, saya berjalan lebih cepat karena takut, iya takut, padahal siang yang panasnya naudzubillah.

"Mari-mari dik mampir, isi air minum," teriak seorang kakek yang sedikit menyadarkan limbung saya.

"Iya pak," jawab saya.

Saya akhirnya mampir karena pasti akan lama dan membosankan jika menunggu teman-teman saya sendirian. Kakek yang memanggil saya ini bernama mbah Soro, sebelumnya kami sudah bertemu dijalan setapak menuju pantai saat beliau akan mengambil air di sebuah mata air. Saya diajaknya untuk mengisi wadah minum saya dengan air putih hangat hasil rebusannya.

"Sudah lama mbah, menjaga parkir disini?" tanya saya yang sebenarnya sedikit basa-basi karena pasti jawabannya belum terlalu lama, karena setahun lalu saya pernah lewat jalan ini namun belum ada gubuk parkir milik mbah Soro.

"Belum dik, baru setelah lebaran saya buka parkiran disini," jawab mbah Soro.

"Mbah, nanya, kok pantainya dinamakan pantai Greweng," tanya saya tiba-tiba yang entah karena kesambet apa.

"Ya itu karena ada tempat bertapa Nyi Roro Kidul dan Soekarno dulu," jawab mbah Soro.

Lah, jawaban mbah Soro malah membingungkan saya. Apa hubungannya nama Greweng dengan pertapaan. Oh iya, di pantai Greweng memang ada sebuah goa pertapaan. Disekitar goa tersebut diberi tali pembatas agar tidak ada sembarang orang bisa masuk. Agak ngeri sih saat saya menengok kedalam dari mulut goa, sedikit ada rasa hawa aneh yang sama saat saya berjalan pada rute setapak pantai Greweng.

Dahulu, Soekarno bertapa di dalam goa selama 7 hari 7 malam. Didalam goa hanya terdapat meja dan kursi. Dengan pintu masuk yang hanya muat untuk orang dewasa yang jelas tidak gemuk seperti layaknya saya. Barangsiapa bisa masuk, kata mbah Soro sudah nyicil permintaannya akan terpenuhi karena tidak banyak orang yang bisa masuk ke dalam goa. Lah, saya mau masuk pun mikir, sudah penuh tajamnya karang, eh ditambah sempit pula.

"Dik, tadi tidak ambil kepiting di pasar gaib to?" tanya mbah Soro dengan nada serius.

"Pasar gaib mana mbah???" buset saya mulai agak deg-degan.

Ternyata menurut kisah mbah Soro, rimbunan pohon yang berada di jalan setapak sebelum mencapai pantai adalah pasar alam gaib yang penuh jin. Pantas saya merasakan hawa yang aneh, seperti ibarat berada ditempat jauh dan sangat sepi padahal masih bersama teman-teman. Pasar gaib itu adalah tempat penunggu pantai Greweng. Keberadaan lokasi ini sebenarnya sudah ditandai dengan pebatas tali rafia, saya kira itu hanya hiasan untuk jalan setapak namun ternyata untuk pembatas rimbunan pohon yang disebut pasar gaib tersebut.

Ditengah rimbunan pohon tersebut terdapat sungai yang membelah, sungai berasal dari mata air. Dan apa hubungannya dengan kepiting. Mbah Soro menceritakan bahwa salah seorang temannya diganggu makhluk gaib karena mengambil kepiting di sungai tepat di tengah rimbunan pohon tersebut. Di malam teman mbah Soro mengambil kepiting tersebut, dia ditangai seorang tinggi besar dengan wajah marah yang kurang bersahabat.

"Balekno lembuku! (Kembalikan sapiku)" kata orang tinggi besar itu.

"Lembu sing endi? (Sapi yang mana?)" jawab teman mbah Soro yang katanya dengan badan yang gemetaran, saya membayangkan ibarat nembak seorang cewek idola di kampus yang presentase diterimanya hanya 10% bahkan kurang, alamak!

Teman mbah Soro lalu teringat sebelumnya mengambil kepiting di pantai Greweng. Dengan tergesa-gesa dipulangkanlah kepiting tersebut di sungai tepat di tengah rimbunan pohon yang kini kemudian diberi pembatas dan diberi papan nama papan gaib. Dalam hati bersyukurlah saya tidak bercanda keterlaluan karena sudah kecapekan dahulu saat diperjalanan. Jika iseng, waduh bisa-bisa malam hari ada tamu seram tak diundang datang. Ngeri.

Tak terasa entah berapa lama saya dan mbah Soro ngobrol. Teman-teman sudah datang ke parkiran milik mbah Soro dengan kepayahan juga. Nah, untuk pengalaman teman-teman sekalian, jika ke pantai Greweng lebih baik pada pagi hari saat matahari belum terik atau sore hari sekalian pulangnya kan sudah tidak terlalu panas. Kami istirahat sejenak dan menumpang sholat dhuhur di gubuk milik mbah Soro. Sambil istirahat dan bergantian sholat, saya datangi teman saya yang penakut lalu saya bisikin cerita mbah Soro.

Pantai Greweng



Share this

Content Creator, Founder @nyetritbareng, Admin @kopi.web.id, 5th Place Winner APWI Kemenpar 2018 & 4th Place Winner APWI Kemenpar 2019.

Related Posts

Previous
Next Post »

10 comments

Write comments
25 Maret, 2016 14:38 delete

Padahal pantainya bagus yah tapi tetep saja mau seindah apapun tempat wisata ada ada penunggunya :)

Reply
avatar
25 Maret, 2016 19:06 delete

Asal nggak aneh2 gak apa2... yg penting permisiii...

Reply
avatar
28 Maret, 2016 17:18 delete

http://4569.sharethisstory.net/id-843612-4650?utm_source=&utm_medium=&utm_campaign=

Reply
avatar
28 Maret, 2016 17:18 delete

http://4569.sharethisstory.net/id-843612-4650?utm_source=&utm_medium=&utm_campaign=

Reply
avatar
19 April, 2016 11:45 delete

Rekoment donk mas ardian, obyek wisata yg jarak nya berdekatan d gunung kidul apa saja? Tujuan pertama air terjun sri gethuk, matur suwun

Reply
avatar
21 April, 2016 09:06 delete

1. Yang memacu adrenaline bisa ke Goa Kalisuci (mirip Goa Pindul tapi masih asri, htm juga bersahabat)
2. Setelah ke kalisuci bisa mampir kuliner sego abang Pari Gogo, rate agak mahal jika asal pesan sebaiknya tanya2 dulu.
3. Pantai Jogan, disana ada air terjunnya dan bukit untuk melihat pemandangan.
4. Mau sedikit ekstrem sebelum Jogan ada pantai Timang, tapi akses jalan lumayan berbatu perlu hati2..
5. Sore bisa mandi di laguna pantai Wediombo, snorkeling di nglambor atau melihat sunset di pok tunggal..

Itu aja sih kalau saran saya, sebenarnya banyak cuman diatas yang anti-mainstream aja

Reply
avatar
06 November, 2016 08:53 delete

sek ini penampakannya mirip Sedahan yaa kak? kalo ke Sedahan aku pernah, tapi kata temen ada pantai lagi di sebelahnya tp aku lupa nama pantainya krna kami cuma main ke Sedahan. Privat Beach jg sihh tp pas itu langitnya flat dan ombaknya tinggi banget

Reply
avatar
15 September, 2017 12:42 delete

Mas ardian, di pantai greweng ada sinyal gak sih?

Reply
avatar

Add your comment EmoticonEmoticon